Minggu, 18 Juli 2010

CRY For LOVE

Senin, 27 Maret 2010

Bella menatap langit dengan hampa, pikirannya melayang entah kemana. Ocha yang berjalan di sampingnya pun diam dengan wajah tanpa ekspresi. Tak sedikitpun senyum yang bisa keluar dari bibir mereka. Mereka memasuki ruang kelas yang berada di ujung lorong utama.

”...Maaf...” Ujar Bella sedikit tertahan. Ocha tersenyum.

”Nggak usah minta maaf kalau emang terpaksa...lagi pula sampai kapanpun aku tak akan pernah mamaafkanmu” Ujar Ocha sambil berjalan menuju bangkunya. Sikap mereka telah berubah setelah kejadian itu terjadi.

***

Sebulan yang lalu. 14 February 2010

”Ocha...denger deh” Teriak Bella sambil berlari menghampiri sahabatnya itu.

”Hemm...ada apa Bella sayang...?” Tanya Ocha tak semangat.

”Aku baru jadian sama Yoga!!” Ujarnya Senang. Ocha terdiam cukup lama,

”Terus kenapa...?” Tanya Ocha sambil menyendok baksonya yang terakhir.

”Ih...Cha, kok dingin gitu reaksinya. Seneng dikit kek...!” Ujar Bella sambil duduk di samping Ocha. Ocha cuma terkekeh.

”Emangnya aku harus gimana? Joged-joged di sini biar semuanya tau?” Ujar Ocha dengan nada bercanda. Bella cuma manyun dan menjitak kepala sobatnya itu.

”Eh Bel, nanti ke toko buku ya...!” Ujar Ocha sambil memegangi kepala yang dijitak Bella barusan.

”Kamu mau beli komik lagi? Gak bosen apa, lemarimu aja udah penuh gitu!” Sindir Bella yang tau hobi temennya itu.

“Terserah aku kan, setiap komik itu punya jiwa sendiri-sendiri. Apalagi komikusnya ke...” Belum selesai Ocha berkoar-koar, Bella memasukkan kerupuk ke mulutnya. Bella pun kabur sebelum kena damprat.

”Ah Bella reseh, pokoknya anter ya!” Teriak Ocha sambil membayar makan siangnya barusan. Ia tak segera menuju ke kelasnya walau bel sudah berbunyi dari tadi. Ia pergi ke jalan belakang yang sudah jarang dilewati orang. Sambil menyulut rokoknya ia duduk dan mendesah.

”Gawat juga...” Ujarnya sambil menatap wajahnya di pantulan cermin.

***

Tettt...Tett...tett.

Bel pulang sekolah pun berkumandang memenuhi setiap sudut sekolah. Teriakan murid-murid yang begitu bahagia sungguh memekakkan telinga. Bella masih terduduk di bangku paling pojok, ia menunggu Ocha yang sedari istirahat tadi belum kembali ke kelas. Seseorang memasuki ruangan itu.

”Eh, kok kesini?” Tanya Bella sambil berdiri dari bangkunya.

”Nyari kamu dong, pulang bareng yuk?” Ajak Yoga sambil menarik lengan Bella. Dari luar kelas Ocha melihat mereka berdua. Ingin sekali ia menendang tong sampah yang ada di dekatnya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan masuk ke dalam kelas itu.

”Oi Bell, pulang aja bareng Yoga. Aku ke toko buku sendirian deh...” Ujar Ocha mengambil tasnya. Bella hanya tersipu mengetahui maksud sahabatnya itu.

”Tapi...sebagai gantinya, belikan aku komik Conan yang terbaru ya!” Ujar Ocha sambil berlari meninggalkan mereka berdua. Yoga terpaku menatap kepergian Ocha hingga Bella membuyarkan lamunannya..

”Ayo pulang!” Ujar Bella sambil tersenyum.

***

Di tepi sungai yang sepi Ocha menatap langit yang mendung, ia menutupi wajah dengan tangan kanannya. Perlahan ia meneteskan air mata.

”Ah...kenapa harus...” Desahnya.

Dari jauh, seseorang yang tak asing memanggilnya. Ocha segera menghapus air matanya itu.

“Ternyata kau di sini...?” Ujar Yoga sambil tersenyum.

“Mana Bella?” Tanya Ocha sinis.

“Barusan aku antar ke rumahnya. Kau mau ku antar?” Tanya Yoga penuh perhatian. Ocha hanya tersenyum.

”Kau masih nggak berubah,” Ujarnya sambil pergi meninggalkan Yoga. Yoga mengejar Ocha dan langsung memeluknya dari belakang. Keduanya terdiam, yang terdengar hanya isakan tangis dari Ocha.

”Maafkan aku...” Ujar Yoga perlahan. Ia tak berniat sedikitpun melepaskan Ocha dari pelukannya.

***

Yoga memberikan secangkir kopi hangat untuk Ocha, ia pun duduk di sampingnya.

”...Thanks” Ujar Ocha perlahan, matanya sembab dan suaranya serak sehabis menangis tadi. Yoga memandangi Ocha dengan lembut.

”Kenapa kau curang...Jangan buat aku makin marah lagi...kau bahkan tak ingin melihatku marah kan?” Ujar Ocha sambil menyeruput kopi hangatnya. Yoga membelai rambutnya.

”Aku sayang kamu...” Ujarnya lembut. Mereka hanya saling bertatapan, tak menyadari seseorang memperhatikan mereka dari kejahuan. Orang itu menghampiri mereka dengan langkah kaki yang berat menampakkan emosi yang tak dapat di bendung. Sebuah tamparan mendarat ke pipi Ocha.

”Cha...kamu tega ya sama aku!!” Teriaknya sambil menangis. Yoga berdiri dari tempat duduknya,namun tangan Ocha menghalanginya. Ocha bermaksud menyelesaikan semuanya sendiri.

”Kamu kan sahabatku...kenapa?” Tanya Bella tertunduk.

”Sejak kapan kita bersahabat?” Tanya Ocha sinis. Tampak dari garis wajahnya bahwa ia sedang menahan amarahnya.

”Eh...” Ujar Bella heran.

”Kita memang teman, tapi siapa bilang aku sahabatmu...jangan menganggap semua orang bisa diajak bersahabat dengan mudah deh!” Ujar Ocha mengalihkan pandangan. Bella semakin emosi dengan kata-kata yang terucap barusan. Tangannya menampar pipi kanan Ocha.

”Aku sudah memberi tahu semua hal padamu, dan aku mengerti segalanya tentangmu, tapi kau masih bilang aku bukan sahabatmu?” Teriak Bella. Yoga berusaha melerai mereka berdua sebelum terlambat. Ocha mengerahkan kepatan tangannya ke wajah mungil Bella sekuat tenaga hingga Bella terjatuh ke tanah.

”Tahu segalanya katamu, bahkan kalau mungkin kau tau semuanya, kau tak akan mau berteman denganku. Sudah cukup muak aku berpura-pura jadi orang baik. Tak akan ku beri ampun pada orang yang sudah menamparku 2 kali” Teriak Ocha sambil bersiap menendang Bella yang masih terduduk di tanah. Yoga memeluk Ocha sambil berusaha menjauhkan keduanya.

”Cha tenang, kau bisa berurusan dengan polisi lagi!” Bisik Yoga. Ocha terdiam dan berbalik. Tak sepatah katapun terucap saat meninggalkan Yoga dan Bella. Bella yang masih menangis memegangi baju Yoga.

”Ga, kamu pacarku kan...kenapa tak membelaku?” Tanyanya sambil terisak.

”Maaf, karna mungkin aku masih mencintainya” Ujar Yoga perlahan.

”Jadi selama ini aku mencintaimu secara sepihak ya...bodohnya aku” Ujar Bella memegangi bibirnya yang sobek karena pukulan Ocha.

”Harusnya aku tak bermain-main dengan mu, tapi kau sudah tau semuanya kan, Tanpa aku Ocha hancur...lebih baik kau menyerah soal aku” Ujarnya sambil meninggalkan Bella.

”Kau curang Ga, curang!” Teriak Bella sekuat tenaga. Yoga hanya berbalik dan tersenyum.

”Dia juga mengatakan hal yang sama denganmu.” Desahnya sambil berlalu.

***

Kamar Ocha yang sebelumnya lumayan rapi, kini telah menjadi kapal pecah yang tertabrak ombak. Baju-baju berserakan dimana-mana, vas bunga dan hiasan dindingpun teronggok di pojok dinding dalam keadaan rusak parah. Bahkan bantal dan Gulingpun tak luput dari sasaran kemarahannya.

Tulllilit..tululitt

Hp Ocha berdering kencang, dengan berat hati ia mengangkat telepon itu.

”Halo...” Ujar Ocha singkat. Sebuah berita yang buruk terdengar begitu menyakitkan. Mendengarnya saja membuat raut muka Ocha berubah. Tanpa pikir panjang ia melempar HP-nya ke dinding hingga rusak.

Ocha diam tak beranjak sedikitpun dari tempatnya. Air mata mengalir deras tanpa dapat di tahan lagi. Ia seperti kehilangan akal sehatnya. Mengurung diri di kamar dan hanya menghabiskan waktunya untuk melamun dan merokok saja. Tak sanggup ia menghadiri pemakaman Yoga dan menerima kenyataan. Benar apa yang dikatakan Yoga, bahwa ia adalah hidup Ocha.

***

Senin, 27 Maret 2010

Sampai saat bel pulang berdering, semua murid sudah meninggalkan ruang kelas, hanya Ocha dan Bella sama sekali tak beranjak dari bangku masing-masing. Keduanya terdiam cukup lama.

”Cha, sudah sebulan sejak kejadian itu kita terakhir ketemu, rasanya kangen!” Ujar Bella lirih. Ocha terdiam.

”Maaf...aku tak bermaksud untuk melukainya. Aku terlalu emosi dengan apa yang dikatakannya terakhir kali...sehingga aku...”Ujar Bella terputus.

”Kau membunuhnya, iya kan?” Ujar Ocha sinis.

”Aku nggak tau...aku benar-benar nggak tau kalau dia...”Bella tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

”Kau...Jangan sok tau akan segalanya. Akhirnya begini kan...Aku tau sejak awal kau yang menjatuhkannya ke sungai...tapi berulang kali aku berusaha menyangkal itu sampai kau mengatakannya sendiri.” Ujar Ocha sambil beranjak dari tempatnya. Bella merasa bersalah.

”Bukannya kau tak akan memaafkan aku? Kenapa kau diam saja?” Tanyanya

”Seandainya bukan karena Yoga, aku mungkin udah membunuhmu saat ini juga...jangan harap aku memaafkanmu” Ujar Ocha pergi meninggalkan tempat itu.

Sekejap tadi, Bella melihat Ocha meneteskan air matanya. Rasa bersalah makin menghujani tubuh Bella. Air mata yang terus membasahi pipinya semakin deras mengalir. Di rogohnya sepotong cutter dari tempat pensilnya, dan ia mengucapkan kata terakhirnya.

”Maaf...”

***

By. Atika dwi h_X-2_7