Selasa, 24 April 2012

selamat jalan pak wid

Meninggalnya Wakil Menteri (Wamen) ESDM RI, Prof. Widjajono Partowidagdo, saat menjajal ketinggian Gunung Tambora, cukup mengejutkan publik. Pria sahaja yang hendak menjadikan Tambora sebagai kawasan Geowisata  itu, takluk menuju pangkuan Sang Khalik ketika sebelum mencapai puncak. Sekitar 50 meter. Namun, ada cerita menarik di balik kematian mendadak itu. Itulah yang kini hangat dibicarakan masyarakat Bima dan Dompu. Seperti apa?
Tambora memang eksotik dan menggoda siapa saja, terutama yang hobi alam. Bisa dipahami bila Wamen ESDM pun tergoda menjajalnya. Tambora pernah mengamuk dan menghentak pada tahun 1815. Sejumlah kerajaan di sekitarnya terkubur, hingga kini jejak sejarah hilangnya kehidupan itu jarang ditemukan.
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Bima, Ir. Ilham Sabil, satu di antara orang yang menemani Wamen menjajal gunung Tambora itu. Jika Anda menonton TV One, pria berperawakan kecil dan berjaket biru disamping Wamen, itulah Ilham. Kepada wartawan yang menemuinya, Minggu (22/4) siang, Ilham membeberkan seputar proses pendakian dan saat-saat terakhir menemani pria nyentrik itu. Momentum kebersamaannya dengan Wamen ESDM di atas gunung Tambora, tidak akan terlupakannya.  Ya, karena melihat dari dekat saat-saat terakhir bersama pria sederhana dan bersahaja itu.
Ini pengalaman Ilham menemani Wamen. Sebelum berangkat, Wamen menunaikan shalat Jumat di Masjid Baiturahim Kabupaten Dompu. Sempat disalami  jamaah shalat Jumat yang kagum terhadap kepribadiannya. Usai takhiyat akhir dan dilanjutkan doa, Wamen duduk di antara shaf warga Dompu. Penampilannya apa adanya, rupanya menjadi perhatian para jamaah. Meskipun tidak terpampang label Menteri di pundak maupun dadanya, Wamen dikenali oleh jamaah.
Warga pun merangsek, mendekat dan menyalami. Ada yang muda, tidak terkecuali yang tua. Mereka mengaku senang melihat penampilan Wamen yang sangat bersahaja, seperti yang kerap muncul di TV.
Namun, siapa sangka sapaan hangat dari warga Dompu ini menjadi salam terakhir. Selepas dari masjid, rombongan Wamen mampir pada salahsatu hotel di  Kabupaten Dompu untuk makan siang. Baru menjelang Ashar, rombongan memulai perjalanan menuju kaki Gunung Tambora.
Rombongan Wamen sendiri terdiri dari empat orang, selain Wamen, satu orang staf dan dua kru TV One. Dari Kabupaten Bima dirinya, pejabat Dinas Pertanian, Diskoperindag, satu Pengamat Gunungapi Sangiang, satu Pengamat Gunungapi Tambora, dan enam anggota Pencinta Alam (PA). Atau jumlahnya 20 orang. Menggunakan Jeep Hard Top, perjalanan pun dimulai.
Wamen dan rombongan tiba di Posko 1 sekitar pukul 15.30 Wita. Tidak menunggu waktu lama, rombongan memulai pendakian menuju Posko 2. Tingginya sekitar 900 meter dari permukaan laut. Setelah beristirahat, rombongan kembali menempuh jarak 1.500 meter menuju Posko 3 dan sampai di situ sekitar jam 21.00 Wita.
Ilham pun mulai bercerita soal kondisi fisik Wamen. Ketika mencapai ketingian 2.250 meter, tanda-tanda kepergian Wamen mulai terlihat. Terlihat rapuh dan meminta air minum. Wamen memilih beristirahat sejenak. Seorang Pemandu pun memberikan perintah kepada rombongan, jika ada yang ingin melanjutkan disilakan. Sebagian rombongan naik, dan sebagian lagi beristirahat termasuk Wamen. Ilham sendiri go on.
Rombongan yang melanjutkan baru tiba di puncak sekitar pukul 08.00 Wita. Setelah istirahat, Wamen melanjutkan perjalanan. Namun, ketika hampir mencapai puncak, benar-benar tidak kuat. Ilham yang telah sampai puncak dipanggil turun oleh Wamen. Jaraknya sekitar 50 meter.
Saat sampai di bawah, Wamen terlihat sudah tidak bertenaga. Namun, masih dapat berbicara. Kepadanya, Wamen sempat meminta dibacakan ayat Kursi. Permintaan tersebut pun diiyakan. Dua kali ayat Kursi dibacakannya mengiringi suasana yang menegangkan. Suasana lingkungan senyap. Dingin menyergap.
Allah adalah Pemilik Kehidupan. Sutradara Agung. Menurut Ilham, beberapa saat kemudian Wamen meninggal, sekitar pukul 09.30 Wita. Namun, kepergian Wamen tidak dikabarkan langsung, hanya memberitahu pendaki lainnya bahwa Wamen tengah kritis. Itu dimaksudkannya agar tidak tercipta kepanikan. Hingga akhirnya Wamen dibawa turun menggunakan tandu buatan dalam kondisi udara dingin yang berkabut.
Saat itu, berkali-kali helikopter penjemput Wamen berdatangan. Namun, karena kondisi yang tidak memungkinkan untuk mendarat, jenazah pun tidak jadi dibawa. Jenazah Wamen baru bisa dievakuasi oleh helikopter milik PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) di Pos 1. Di situlah, secara medis Wamen dinyatakan meninggal oleh dokter, sekitar pukul 15.30 Wita.
Selama mendaki, banyak kesan yang ditinggalkan Wamen. Hal yang paling diingat Ilham adalah kesahajaan yang tercipta secara alami. Tidak dibuat-buat. Meskipun memiliki jabatan tinggi, Wamen kerap tidak mengindahkan jika dipanggil Bapak. “Saya sendiri nggak direspons kalau dipanggil Bapak,” kenangnya.
Wamen datang menjajal ketinggian Tambora karena memiliki misi terhadap gunung yang pernah meletus hebat itu. Selain karena hobi, dalam suatu obrolan, Wamen pernah bertutur jika ingin menjadikan Gunung Tambora sebagai kawasan Geowisata yang bisa dikenal dunia. Ada lagi impiannya. Wamen ingin membangun sarana dan prasarana jalan yang memadai di sekitar kawasan Tambora.
Minggu (22/4) siang, jenazah Wamen dikuburkan di kompleks pemakaman San Diego Hill, Karawang. Ada yang “menggugat” ironitas lokasi pemakaman Wamen dengan demonstrasi kesahajaan yang selama ini ditunjukkannya ke publik. Namun, ada yang meyakini, itu hanya ekspresi kecintaan keluarga dan bukan keinginan pria sederhana itu. 

http://sosok.kompasiana.com

Jumat, 13 April 2012

pantai siung Ku yang garang


Pantai Siung terletak di sebuah wilayah terpencil di Kabupaten Gunung Kidul, tepatnya sebelah selatan kecamatan Tepus. Jaraknya sekitar 70 km dari pusat kota Yogyakarta, atau sekitar 2 jam perjalanan. Stamina yang prima dan performa kendaraan yang baik adalah modal utama untuk bisa menjangkau pantai ini. Maklum, banyak tantangan yang mesti ditaklukkan, mulai dari tanjakan, tikungan tajam yang kadang disertai turunan hingga panas terik yang menerpa kulit saat melalui jalan yang dikelilingi perbukitan kapur dan ladang-ladang palawija.
Seolah tak ada pilihan untuk lari dari tantangan itu. Jalur Yogyakarta - Wonosari yang berlanjut ke Jalur Wonosari - Baron dan Baron - Tepus adalah jalur yang paling mudah diakses, jalan telah diaspal mulus dan sempurna. Jalur lain melalui Yogyakarta - Imogiri - Gunung Kidul memiliki tantangan yang lebih berat karena banyak jalan yang berlubang, sementara jalur Wonogiri - Gunung Kidul terlalu jauh bila ditempuh dari kota Yogyakarta.
Satu pesona yang menonjol dari Pantai Siung adalah batu karangnya. Karang-karang yang berukuran raksasa di sebelah barat dan timur pantai memiliki peran penting, tak cuma menjadi penambah keindahan dan pembatas dengan pantai lain. Karang itu juga yang menjadi dasar penamaan pantai, saksi kejayaan wilayah pantai di masa lampau dan pesona yang membuat pantai ini semakin dikenal, setidaknya di wilayah Asia.

Batu karang yang menjadi dasar penamaan pantai ini berlokasi agak menjorok ke lautan. Nama pantai diambil dari bentuk batu karang yang menurut Wastoyo, seorang sesepuh setempat, menyerupai gigi kera atau Siung Wanara. Hingga kini, batu karang ini masih bisa dinikmati keindahannya, berpadu dengan ombak besar yang kadang menerpanya, hingga celah-celahnya disusuri oleh air laut yang mengalir perlahan, menyajikan sebuah pemandangan dramatis.

sebanyak 250 jalur pemanjatan terdapat di Pantai Siung, memfasilitasi penggemar olah raga panjat tebing. Jalur itu kemungkinan masih bisa ditambah, melihat adanya aturan untuk dapat meneruskan jalur yang ada dengan seijin pembuat jalur sebelumnya.
Fasilitas lain juga mendukung kegiatan panjat tebing adalah ground camp yang berada di sebelah timur pantai. Di ground camp ini, tenda-tenda bisa didirikan dan acara api unggun bisa digelar untuk melewatkan malam. Syarat menggunakannya hanya satu, tidak merusak lingkungan dan mengganggu habitat penyu, seperti tertulis dalam sebuah papan peringatan yang terdapat di ground camp yang juga bisa digunakan bagi yang sekedar ingin bermalam.

Tak jauh dari ground camp, terdapat sebuah rumah panggung kayu yang bisa dimanfaatkan sebagai base camp, sebuah pilihan selain mendirikan tenda. Ukuran base camp cukup besar, cukup untuk 10 - 15 orang. Bentuk rumah panggung membuat mata semakin leluasa menikmati keeksotikan pantai. Cukup dengan berbicara pada warga setempat, mungkin dengan disertai beberapa rupiah, base camp ini sudah bisa digunakan untuk bermalam.

Minggu, 08 April 2012

indah Nya pantai Srau

 Terletak di Desa Candi Kecamatan Pringkuku. Jaraknya sekitar 25 Km ke arah Barat dari pusat kota Pacitan. Kita bisa mencapai lokasinya dengan kendaraan umum yang biasa disebut colt atau kendaraan pribadi baik roda 2 maupun roda 4. Untuk roda 3, bukannya diskriminasi yah, tapi emang medannya nggak banget jadi jangan dicoba.
Secara informal, Pantai Srau dibagi menjadi 3 lokasi. Lokasi pertama yang terletak paling dekat dengan pos penjagaan masuk ke lokasi pantai ini. Pada lokasi pertama ini, yang paling menonjol dan merupakan keunikannya dibandingkan tiga lokasi lain adalah bebatuan karang yang mencuat dan banyak membentuk bukit di sekeliling bibir pantai.


Untuk masalah perairannya, sangat jernih dengan dominasi warna biru artinya tidak banyak alga dan kedalamannya cukup mengerikan. Untuk kondisi wilayah pasang surutnya berpasir bukan berbatu, serta ombaknya cukup ganas walau kadang tidak terlalu tinggi. 
Lokasi kedua terletak setelah kita menyusuri jalan aspal kecil dari pos penjagaan di pintu masuk ke arah barat. Lokasi kedua ini merupakan lokasi favorit bagi pengunjung atau wisatawan serta muda-mudi yang sedang dimabuk asmara untuk berpacaran. Pada lokasi kedua ini disediakan tempat duduk yang terbuat dari beton dengan posisi menghadap ke pantai. Di lokasi inilah, bisa kita temui pedagang-pedagang minuman maupun makanan menggelar dagangannya. Untuk kondisi pantainya sendiri, lokasi kedua ini memiliki ombak yang cukup jinak, namun tetap berbahaya. Kondisi pantai berpasir namun juga terdapat karang-karang namun tidak sebanyak lokasi pertama. Bagian Pantai Srau inilah yang sering dijadikan lokasi surfing, bukan hanya oleh penduduk lokal, namun juga oleh wisatawan mancanegara. Yang khas dari tempat kedua ini dan wajib dikunjungi adalah gua laut yang terletak pada di bagian paling timur dari lokasi kedua ini.
Lokasi ketiga, yang merupakan lokasi favorit saya, terletak di sebelah barat lokasi kedua atau terletak pada bagian paling barat dari Pantai Srau tersebut. 

Pada bagian ini terdapat fasilitas berupa anjungan kecil. Dari anjungan tersebut kita dapat menikmati pemandangan sunset yang menawan. Pantainya sendiri tidak terlalu menarik karena hanya merupakan teluk kecil yang langsung menghadap ke Samudera Hindia, dengan kondisi pantai berpasir dan ombak yang relatif kecil namun perairannya cukup dalam.
Di antara lokasi kedua dan ketiga, terdapat tempat yang hanya diketahui oleh sedikit orang, terutama oleh nelayan atau fishers yang terkadang menyambangi tempat ini. Pantai dengan lokasi yang cukup sulit dijangkau karena merupakan bagian pantai yang dikelilingi oleh bukit, sehingga untuk mencapainya kita harus naik turun bukit (dalam arti sebenarnya!) dahulu. Namun rasa letih itu akan terbayar karena di tempat itu, kita dapat berkecipak-kecipak air laut di siang bolong tanpa takut kepanasan akibat adanya bukit yang menjulang dan melindungi bagian pantai tersebut.
Selain itu, di lepas pantai dapat kita saksikan karang yang menyembul dan bentuknya mirip seperti ekor Hiu.
Dasar wilayah pasang surut di bagian pantai ini bukan berupa pasir melainkan batuan karang sehingga kita dapatmenyusuri pantai tanpa kaki kita harus terbenam pada pasir pantai dan di celah-celah batuan karang ini, terutama di tempat yang benar-benar terlindung dari sinar matahari, dapat kita temukan berbagai hewan laut seperti teripang, bintang laut, maupun landak laut.

Untuk yang bernyali, Anda bisa saja mendaki bukit-bukit karang yang tersebar di pantai ini untuk menikmati pemandangan lepas pantai yang merupakan bentangan Samudera Hindia. Tidak jarang penduduk sekitar atau wisatawan menggunakan bukit-bukit ini sebagai tempat untuk duduk dan memancing